Rabu, 08 Mei 2019

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I | KEISOMERAN GEOMETRI

LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ORGANIK I
KEISOMERAN GEOMETRI







NAMA/NIM :

FEBBY MARCELINA MURNI /A1C117037







DOSEN PENGAMPU :

Dr.Drs. SYAMSURIZAL, M.Si







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019

 VII. Data Pengamatan
No.
Perlakuan
Hasil
1.
Menggerus sampel asam maleat (apel hijau)
Ekstrak diambil 20ml, warna larutan coklat
2.
Dimasukkan ke labu dasar bulat, ditambahkan HCl
Warna larutan cokelat tua
3.
Sampel direfluks selama 10 menit
Warna sampel menghitam dan menggelegak
4.
Disaring sebanyak 2 kali penyaringan
Warna endapan hitam, warna filtrat cokelat pekat
5.
Dijenuhkan dalam batu es
Bau filtrat = karamel
Warna coklat










VIII. Pembahasan
            Isomer geometri merupakan gugus yang terikat pada senyawa organik yang berikatan tunggal bebas berorientasi dengan ikatan tunggal sehingga orientasi bidang ruang gugus fungsinya tidak dapat dibedakan dan begitu juga sebaliknya gugus yang terikat pada senyawa organik yang berikatan rangkap maka gugus tersebut tidak dapat berotasi secara bebas sehingga orientasi bidang ruang gugus fungsinya dapat diketahui (http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/20/keisomeran-geometri-transformasi-asam-maleat-menjadi-asam-fumarat/)
            Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan yaitu tentang pengubahan asam maleat menjadi asam fumarat. Yang mana asam maleat yang kami gunakan bukanlah menggunakan asam maleat anhidrat asli melainkan menggunakan asam maleat yang terkandung di dalam buah apel.
            Berdasarkan percobaan yang kami lakukan, kamimendapatkan asam maleat didalam apel dengan mengekstraknya dengan cara ditumbuk atau digerus sebanyak 2 buah, kemudian disaring. Selanjutnya dilakukan percobaan sesuai dengan prosedur yang ada,  dimana kami memasukkan sebanyak 20 ml ekstrak apel tersebut kedalam labu dasar bulat. Kemudian ditambahkan 15 ml HCl kedalam labu dasar bulat juga, hasilnya larutan menjadi lebih berwarna coklat serta larutannya keruh. Sebelum itu dimasukkan beberapa batu didih ke dalam labu dasar bulat, yang mana fungsinya untuk mencegah terjadinya letupan/bumping saat dilakukan proses refluks dengan suhu yang tinggi. Setelah itu dilakukan proses refluks. Dirangkai alat untuk merefluks sampel tersebut. Dipanaskan menggunakan mantel pemanas selama 10 menit,  semakin lama sampel berubah menjadi semakin pekat dan proses refluks berlangsung pada suhu 75°C. Kemudian  hasil refluks tersebut disaring sebanyak dua kali menggunakan corong Buchner didapatkan filtratnya yang berwarna coklat pekat, dan endapan nya berwarna hitam, filtrat yang dihasilkan memiliki bau seperti karamel. Filtrat tersebut dijenuhkan menggunakan batu es tetapi setelah didiamkan beberapa lama tidak ada terbentuk kristal sedikitpun pada labu. Filtrat tersebut masih berbentuk cairan. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya seperti bahan yang digunakan. Ekstrak sampel yang digunakan adalah apel hijau yang terdapat kandungan asam maleat. Akan tetapi di dalam apel hijau tersebut tidak hanya terkandung asam maleat saja tapi masih banyak senyawa lain yang dapat mempengaruhinya sehingga asam maleat didalam apel tidak dalam keadaan murni yang dapat mengakibatkan asam fumarat tidak terbentuk.

IX. Pertanyaan Pasca
1.      Mengapa sebelum dilakukan proses refluks harus dilakukan penambahan batu didih?
2.      Apa fungsi penambahan HCl pada percobaan yang telah dilakukan?
3.      Apa fungsi dilakukannya proses refluks pada percobaan kali ini?

X. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:
1.      Keisomeran geometri terjadi karena perbedaan atom-atom yang tersusun dalam senyawa karbon dengan rumus molekul yang sama, perbedaan posisi gugus pada rantai karbon yang memiliki molekul dan gugus yang sama seperti perbedaan senyawa karbon yang memiliki rumus molekul yang sama.
2.      Senyawa berisomer cis memiliki titik leleh yang lebih kecil karena adanya tolakan antara dua gugus karboksilat yang bersebelahan mengakibatkan senyawa kurang stabil. Sedangkan senyawa dengan isomer trans memiliki tolakan yang lebih kecil sehingga senyawanya relative lebih stabil.

XII. Daftar Pustaka
Mulyono. 2015. Pembuatan Cis Dan Trans Dikloroetena. Jurnal Penelitian. Vol. 2 No. 1
Rivai. 1994. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press
Syabatini. 2015. Pembuatan Cis Dan Trans Kalium Dioksalatodiakuokromat. Jurnal Ilmiah. Vol. 1 No. 3
Tim Penuntun Kimia Organik. 2019. Penuntun Praktikum Kimia Organik I. Jambi: Universitas Jambi



XIII. Lampiran




 Filtrat yang dihasilkan





 Proses kristalisasi filtrat yang dihasilkan




 Proses penyaringan yang ke dua





 Proses penyaringan yang pertama


                                                                   Proses refluks

 

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I | KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KOLOM

LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ORGANIK I
KEISOMERAN GEOMETRI







NAMA/NIM :

FEBBY MARCELINA MURNI /A1C117037







DOSEN PENGAMPU :

Dr.Drs. SYAMSURIZAL, M.Si







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019
VII  Data Pengamatan

7.1. Kromatografi Lapis Tipis
No.
Sampel
Jarak
Noda(cm)
Jarak
Eluen (cm)
Rf
1
Buah naga
3,9
4,8
0,8125
2
Bayam
0,3
4,8
0,025
3
Nanas
3,8
4,8
0,79166
4
Bunga kertas
2,5
4,8
0,520
5
Semangka
3,7
4,5
0,8222
6
wortel
3,9
4,5
0,8666
7
pepaya
3,8
4,5
0,8444
8
Kentang
0
4,5
0
9
Tomat
4,1
4,7
0,8723
10
Bunga sepatu
4,0
4,7
0,8510

7.2. Kromatografi Kolom
No.
Sampel
Banyak botol
Warna
Hasil TLC
1
Buah naga
6 botol
Bening semua
Tidak ada noda ang bergerak
2
Bayam
4 botol

1  (bening)
2 (Hijau)
3 (hijau pudar )
4 (bening)
Noda tidak ada yang bergerak tetapi tapi noda 1,2,3 terlihat berwarna kekuningan pada garis bawah plat.
3
Nanas
3 botol

1 (bening)
2 (kuning keruh)
3 (bening)
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
4
Bunga kertas
                                                                                                                                                    5 botol
1 (bening) 2 (terdapat seperti minyak) 3 (agak keruh) 4 dan 5 (bening)
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
5
Semangka
3 botol
1 (bening) 2 (keruh) 3 (bening)
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
6
wortel
3 botol
1 (bening) 2 (kuning cerah) 3 (bening)
Noda 1dan 3 tampak berwarna krim pada garis bawah tapi tidak bergerak
7
pepaya
4 botol
1 (bening) 2 (kekuningan) 3 dan 4 (bening)
Noda satu tak terjadi apa2. Noda 2 dan 4 tampak noda krim pada garis bawah dan pada noda 3 bergerak naik dengan warna krim
8
Kentang
4 botol
1 (bening) 2 (kuning keruh) 3 dan 4 (bening)
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
9
Tomat
3 botol
1 (bening) 2 (kemerahan) 3 (bening)
Pada noda ketiga berwarna abu2 dan bergrak naik ke atas
10
Bunga sepatu
4 botol
1 (bening) 2 dan 3 (keruh) 4 ( keruh pudar)
Noda tidak tampak dan tidak bergerak

VIII. Pembahasan

Teknik kromatografi merupakan teknik analisis di dalam kimia organik yang digunakan untuk memisahkan campuran zat menjadi komponen-komponen penyusunnya, sehingga masing-masing komponen tersebut dapat dianalisis secara menyeluruh. Kromatografi dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu kromatografi lapis tipis, kromatografi cair, kromatografi gas, kromatografi penukar ion, dan kromatografi afinitas. Meskipun terbagi menjadi beberapa jenis, semua teknik kromatografi memiliki prinsip yang sama (http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/10/325teknik-pemisahan-dengan-khromatografi/).


8.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi merupakan teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan distribusi dan komponen diantara dua fasa, yaitu fasa diam dan fasa gerak. Prinsip kerjanya yaitu memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Fasa diam yang digunakan pada percobaan ini yaitu berbentuk plat silika dengan fasa gerak berupa larutan kombinasi n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 2:1. Campuran larutan ini dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran dengan sampel dan eluen, maka sampel akan terbawa oleh fasa gerak tersebut. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, komponen terdistribusi ke dalam dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa gerak adalah campuran yang berperan sebagai larutan yang dapat membawa sampel dan mampu menarik sampel yang dibutuhkan pada plat TLC. Perbandingan campuran bertujuan untuk membedakan kecepatan perpindahan masing-masing komponen diantara dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Plat TLC yang digunakan telah dipotong dengan ukuran 5x3 cm, kemudian plat TLC diberi garis pinggir, yaitu 0,5 cm pada tepi atas dan tepi bawah, dimana garis ini digunakan untuk tempat menotolkan sampel yang akan digunakan.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, kami menggunakan 10 jenis sampel, yaitu ekstrak bayam, ekstrak nanas, ekstrak naga, ekstrak wortel, ekstrak tomat, ekstrak bunga sepatu, ekstrak pepaya, ekstrak kentang, ekstrak bunga kertas dan ekstrak semangka. Pada plat TLC yang pertama menggunakan empat sampel, yaitu buah naga, bayam, buah nanas dan bunga kertas dengan kami kasih nama sampel berturut-turut a, b, c, dan d. Lalu dilakukan penotolan sampel pada plat TLC dengan menggunakan pipa kapiler pada garis tepi bawah. setelah semua sampel selesai ditotolkan pada plat TLC, lalu plat tersebut dimasukkan dalam chamber yang berisi n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 2:1 atau 2 ml dan 1 ml. Kemudian plat TLC dimasukkan dan jangan sampai garis tepi bawah terkena oleh larutan, lalu chamber ditutup agar tidak terjadi penguapan pada larutan. Setelah itu, diperhatikan eluen yang bergerak pada plat TLC hingga eluen berhenti bergerak. Kemudian dilihat dan diletakkan plat TLC di bawah sinar UV agar noda pada plat TLC dapat dilihat secara jelas dan lebih mudah mengukur jarak tempuh pada noda dan jarak tempuh pelarut sehingga dapat menentukan nilai Rfnya. Nilai Rf adalah nilai perbandingan jarak yang ditempuh suatu noda terhadap jarak yang ditempuh oleh pelarut.
Pada plat TLC pertama diperoleh hasil noda yang ditempuh pelarut yaitu 4, cm dan noda yang ditempuh pada sampel a yaitu 3,9 cm, jarak noda sampel b yaitu 0,3 cm, jarak tempuh noda c yaitu 3,8 cm, dan jarak noda d yaitu 2,5 cm. Maka setelah didapat jarak tempuh larutan dan jarak tempuh noda bisa menhitung nilai Rfnya. Didapatlah nilai Rfnya sampel a, b, c, d secara berturut-turut yaitu 0,8 cm, 0,06 cm, 0,7 cm dan 0,5 cm.
Selanjutnya  kami melakukan kembali pada plat TLC yang kedua dengan sampel yang berbeda yaitu, ekstrak semangka, ekstrak wortel, ekstrak pepaya, dan ekstrak kentang dengan nama berturut-turut e, f, g, dan h. Pada plat kedua ini kami mendapat jarak tempuh pelarut yaitu 4,5 cm dan noda yang ditempuh pada sampel e yaitu 3,7 cm, jarak tempuh noda f yaitu 3,9 cm, jarak tempuh noda g yaitu 3,8 cm, dan jarak tempuh noda h yaitu 0 atau tidak bergerak. Dan didapat nilai Rfnya berturut-turut yaitu 0,82 cm, 0,86 cm, 0,84 cm dan 0 cm.
Kamudian kami melakukan kembali pada plat TLC ke tiga yaitu dengan sampel ekstrak tomat dan ekstrak bunga sepatu dengan nama berturut-turut i, dan j. Jarak yang ditempuh pelarut pada plat ini adalah 4,7 cm. Lalu jarak noda yang ditempuh pada sampel i dan j berturut-turut yaitu 4,1 cm dan 4 cm. Sehingga didapat nilai Rfnya yaitu 0,87 cm dan 0,85 cm.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa semakin polar sampel yang digunakan maka sampel akan bergerak lambat atau jarak yang ditempuh kecil sedangkan jika semakin tinggi atau semakin besar jarak yang ditempuh noda/sampel maka sampel tersebut bersifat nonpolar.  
8.2 Kromatografi kolom
            Kromatografi kolomk merupakan teknik pemisahan kromatografi yang menggunakan kolom yang terbuat dari kaca atau tabung reaksi. Dalam kromatografi ini juga terdapat dua fasa, yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa diam yang digunakan pada percobaan ini yaitu silika gel, sedangkan fasa gerak yang digunakan yaitu eluen. Pada percobaan ini juga menggunakan 10 sampel, yaitu ekstrak buah naga, ekstrak buah nanas, ekstrak tomat, ekstrak bunga sepatu, ekstrak daun bayam, ekstraks pepaya, ekstrak kentang, ekstrak semangka, ekstrak wortel, dan ekstrak bunga kertas. Dan eluen yang digunakan yaitu, n-heksana, etil asetat, etanol, dan kloroform.
                            Langkah pertama yaitu siapkan kolom kromatografi yang akan digunakan. Lalu sumbat kolom dengan menggunakan kapas, kemudian kolom tersebut diteteskan n-heksana sedikit demi sedikit yang fungsinya untuk membersihkan dinding-dinding kolom yang mana ada kapas yang menempel. Lalu dimasukkan silika gel ke dalam kolom, lalu kolom diketuk-ketuk agar silika gel memadat pada setengah kolom. Setelah kolom siap digunakan, masukkan sedikit sampel yang akan diuji yang sebelumnya ditambahkan sedikit silika gel. Kemudian masukkan pelarut ke dalam kolom kromatografi sesuai dengan sifat kepolaran sampel. Ketika sampel turun, pelarut ini harus terus menerus ditambahkan. Pelarut yang menetes di tampung dalam botol kecil. Selanjutnya hasil tetesan ini pada setiap botolnya di tambahkan dengan 1 tetes methanol dan kemudian di totolkan di atas plat TLC lagi totolan pertama adalah crudenya dan totolan selanjutnya adalah sesuai botol hasil tetesan tadi.
1.      Sampel ekstrak buah naga
Pada sampel ini digunakan pelarut yaitu campuran n heksane dan etil asetat dengan dengan 3 kali perbandingan. Yang pertama dilakukan dengan perbandingan 8 : 1 ketika menggunakan perbandingan ini sampel tidak turun sama sekali. Selanjutnya digunakan pelarut dengan perbandingan 16 : 2 sampel hanya turun sedikit dan terakhir digunakan perbandingan 15 : 5 sampel hanya turun sedikit juga. Dari sini di dapat larutan yang menetes sebanyak 5 botol dan semua botol berwarna bening. Selanjutnya sampel pada botol ini ditutup dengan aluminium foil dan diberi lubang-lubang kecil dan dibiarkan selama seminggu. Karena larutsn tersebut mudah menguap dan membuat botol menjadi kering, jadi setiap botol diteteskan dengan methanol. Lalu ditotolkan lagi ke atas plat TLC dan di masukkan lagi ke dalam chamber dengan larutan adalah n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 3 : 2 dan pada TLC dapat dilihat bahwa hanya crude saja yang bergerak, botol 1, 2, 3, 4, dan 5 tidak ada sampel yang bergerak dan tak terlihat nodanya.
2.      Sampel ekstrak daun bayam
Pada sampel ini digunakan pelarut n-heksana  dan etil asetat dengan perbandingan 5 : 10 dan di dapat 5 botol hasil tetesan. Pada botol 1 berwarna bening,  botol 2 berwarna hijau, botol 3 berwarna hijau tetapi sudah mulai pudar, dan botol 3 dan 4 warna nya bening. Selanjutnya dilakukan kromatografi tipis, dengan prosedur yang sama dengan sampel buah naga. Ditotolkan di atas plat TLC dan di rendam dalam larutan yaitu masih n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 3 : 2. Dan pada plat TLC tidak ada sampel yang bergerak tetapi pada batas garis hasil totolan botol 1, 2, 3, 4, dan 5 berwarna kuning layu.
3.      Sampel ekstrak buah nanas
Pada sampel ini pelarut yang digunakan yaitu kloroform dan methanol dengan perbandingan 3 : 1 dan di dapat 3 botol. Pada botol 1 berwarna bening, botol 2 warnanya keruh, dan pada botol 3 hasil tetesan bening kembali. Selanjutnya dilakukan kromatografi lapis tipis, dengan prosedur sama dengan yang sebelumnya. Ketika ditotolkan ke atas plat TLC tidak ada sampel yang bergerak dikarenakan pada saat kromatografi kolom silika gelnya pecah dan menyebabkan hasil tidak sempurna.
4.      Sampel ekstrak bunga kertas
Pada sampel ini pelarut yang digunakan yaitu kloroform dan didapat 5 botol tetesan. Pada botol 1 warna bening, botol 2 bening seperti ada minyak, pada botol ke 3 berwarna keruh dan pada botol 4 dan 5 warnanya bening. Selanjutnya dilakukan kromatografi lapis tipis, dengan prosedur yang dengan yang sebelumnya. Dan ketika ditotolin ke atas TLC hanya crude saja yang bergerak.
5.      Sampel ekstrak buah semangka
Pada sampel ini pelarut yang digunakan yaitu n-heksana dan etil asetat dengan  perbandingan 3 : 2 dan di dapat 3 botol tetesan. Pada botol 1 warna bening, botol 2 kuning pudar. Pada botol ke 3  warnanya bening. Selanjutnya dilakukan kromatografi lapis tipis, dengan prosedur yang dengan yang sebelumnya. Dan ketika di totolin ke atas TLC dengan larutan n-heksana dan etil asetat perbandingan 3 : 2 hanya crude saja yang bergerak dan berwarna kuning pudar.
6.      Sampel ekstrak wortel
Pada sampel ini pelarut yang digunakan yaitu n-heksana dan etil asetat dengan  perbandingan 3 : 2 dan di dapat 3 botol tetesan pada botol 1 warna bening, botol 2 kuning dan pada botol ke 3  warnanya bening. Dan ketika di totolin ke atas TLC dengan larutan pengembang n heksan dan etil asetat perbandingan 3 : 2 crude bergerak dan berwarna kuning, pada botol ketiga tidak bergerak tetapi pada garis ada warna kuning pudar.
7.      Sampel ekstrak pepaya
Pada sampel ini pelarut yang digunakan adalah n-heksana dan etil asetat dengan  perbandingan 3 : 2 dan didapat 4 botol tetesan. Pada botol 1 warna bening, botol 2 kuning dan sampel mulai turun, dan pada botol ke 3 dan 4 warnanya bening. Selanjutnya dilakukan kromatografi lapis tipis, dengan prosedur yang dengan yang sebelumnya. Dan ketika di totolin ke atas TLC dengan larutan n-heksana dan etil asetat perbandingan 3 : 2 crude bergerak dan berwarna sedikit orange, pada botol kedua tidak bergerak tetapi ada warna krim pudar pada botol ketiga bergerak yang berwarna krim dan botol ke 4 tidak bergerak dan ada warna kuning pudar.
8.      Sampel ekstrak kentang
Pada sampel ini pelarut yang digunakan adalah pelarut kloroform dan methanol dengan perbandingan 3 : 1 dan didapat 4 botol. Pada botol 1 berwarna bening, botol 2 kuning pudar dan botol 3 dan 4 juga berwarna bening. Selanjutnya dilakukan kromatografi lapis tipis, dengan prosedur yang dengan yang sebelumnya. Ketika ditotolkan ke atas plat TLC tidak ada sampel yang bergerak tetapi pada crude ada warna abu-abu.
9.      Sampel ekstrak tomat
Pada sampel ini pelarut yang digunakan adalah digunakan pelarut n-heksan dan etil asetat dengan  perbandingan 3 : 1 dan didapat 3 botol tetesan. Pada botol 1 warna bening, botol 2 kemerahan dan pada botol ke 3  warnanya bening. Selanjutnya dilakukan kromatografi lapis tipis, dengan prosedur yang dengan yang sebelumnya. Dan ketika ditotolin ke atas TLC dengan larutan n-heksana dan etil asetat perbandingan 3 : 2 hanya botol ketiga saja yang bergerak dan berwarna abu-abu.
10.  Sampel ekstrak bunga sepatu
Pada sampel ini pelarut yang digunakan adalah pelarut n-heksana dan etil asetat dengan  perbandingan 3 : 1 dan didapat 3 botol tetesan pada botol 1 warna bening, botol 2 keruh dan pada botol ke 3  warnanya keruh pudar. Selanjutnya dilakukan kromatografi lapis tipis, dengan prosedur yang dengan yang sebelumnya. Dan ketika ditotolin ke atas TLC dengan larutan n-heksana dan etil asetat perbandingan 3 : 2 tidak ada yang bergerak tetapi hanya crude yang berwarna kuning pudar pada garis.

IX. Pertanyaan Pasca
1.      berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, apa prinsip dari pengujian kromatografi kolom?
2.      Pada percobaan yang telah dilakukan, apa fungsi dari sinar UV?
3.      Mengapa pada saat dilakukan kromatografi, wadah yang digunakan atau chamber perlu ditutup?

X. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan maka dapat disimpulkan;
1.      Kromatografi merupaka teknik pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Prinsipnya berdasarkan pada pendistribusian zat diantara dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak.
2.      Plat TLC dibuat dengan memotong plat TLC sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan. Pada percobaan ini menggunakan plat TLC dengan ukuran 5x3 cm, dan diberi garis 0,5 pada tepi atas dan tepi bawah. Lalu untuk kromatografi kolom, kita harus menyiapkannya terlebih dahulu dengan menyumbat kolom dengan kapas, hal ini bertujuan untuk menyumbat agar silika gel tidak ikut turun.
3.      Pertama sampel yang digunakan dilakukan dengan teknik kromatografi lapis tipis setelah noda terlihat dapat mengetahui pelarut apa yang cocok untuk digunakan dalam kromatografi kolom, sehingga harus dilakukan kromatografi lapis tipis dahulu untuk mendapatkan senyawa yang murni.
4.      Kromatografi kolom dalam dilakukan untuk pemisahan pigmen tumbuhan dengan cara mengekstrak tumbuhan itu terlebih dahulu. Lalu digunakan pelarut yang sesuai, dan dilakukan kromatografi kolom dengan menggunakan fasa diamnya silika gel.

XI. Daftar Pustaka
Gritter. 2013. Dasar Pemurnian Material Kimia Kromatografi. Jurnal Kimia. Vol. 1 No.1
Syahmani, dkk. 2017. Penggunaan Kitin Sebagai Alternatif Fase Dian Kromatografi Lapis Tipis Dalam Praktikum Kimia Organik. Vol. 32. No. 1
Watson, D. 2005. Analisis Farmasi Edisi Kedua. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Tim Kimia Organik. 2019. Penuntun Praktikum Kimia Organik I. Jambi: Universitas Jambi.

http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/10/325teknik-pemisahan-dengan-khromatografi/ diakses pada tanggal 09 April 2019.



XIII. Lampiran


 Kromatografi kolom pada ekstrak semangka



 Proses impreknasi



 10 ekstrak sampel



 Proses kromatografi lapis tipis




                                                       Pemadatan silika gel di dalam kolom